Suatu ketika saat Rembulan bertanya;
“Kuasa
apa yang telah diberikan oleh-Nya pada satu kata CINTA?”
Didatanginya
Matahari saat mereka saling berpapasan untuk saling menggantikan, Namun Matahari
ternyata malah bungkam, tak mengerti sedikitpun tentang arti.
Kembalilah
Rembulan pada Malam, ditanyakannya hal yang sama, Malampun diam tak bisa
menjawabnya.
Termenung
sang Rembulan pada ribuan tanya, tetap saja kuasa kata cinta menyesakkan
kantung penasarannya.
Semesta
Alam kehilangan cahayanya, saat Alam dalam kelam ia menghampiri sang Rembulan
dan mulai mengucap kegelisahan.
“Hal
apakah yang membuat cahayamu tenggelam hingga menjelma serupa kelam wahai Rembulan
yang selalu menerangiku?” Kata sang Alam.
“Apalah
dayaku wahai Alam, kerut di dahiku sudahlah tak muat untuk menggambarkan
kebingungan yang menyelimut pada kuasa yang diberikan-Nya pada satu kata Cinta”
“Kebingungan
itu akan menjawab sebab mengapa makhluk ciptaan-Nya rela berkorban walau bisa
saja sia-sia, dan mereka berkata cintalah asal muasalnya bermuara” , begitu
panjangnya kegelisahan menyeruak dari mulut sang bulan.
“Tak
sampailah nalarku mengenai alasan apa yang Tuhan akan berikan jika kau
menanyakannya wahai sang Rembulan” kata sang Alam tertunduk lesu di depan Rembulan.
Gontai
sang Rembulan melangkah pergi untuk digantikan Mentari, namun langkahnya
terhenti saat mendengar bisik dari sang Embun.
“Mengapa
kau terus mencari wahai temaram Rembulanku? Bukankah Aku, Kau dan Cinta adalah
hal yang sama? Kita adalah satu”, kata suara itu.
“Siapakah
engkau? Wahai tuan tak berwujud?”, tanya sang Rembulan.
“Aku
hanyalah setetes Embun di atas lebarnya Daun, bukankah seharusnya kau sudah
tahu tentang apa yang kau ingin tahu wahai Rembulan?”, Jawab si Embun.
“Aku
tak bisa menjawab seutuhnya, tapi mungkin Kau akan menemukan jawabannya. Aku,
Kau dan Cinta adalah hal yang tak jauh berbeda. Aku akan hilang saat pagi
menjelang sebab Mentari yang mulai menyengat, namun Aku akan tetap datang saat
dingin Malam memeluk Dedaunan. Kau serupa, cahaya darimu akan hilang digantikan
benderangnya Mentari, namun Kau tetap akan datang kembali, sebab Malam terlalu
gelap saat Mentari pergi dari sini. Begitu pula dengan Cinta, bukankah kita bertiga
serupa?” Celoteh sang Embun saat Mentari mulai menguapkannya.
Rembulan termenung, kemudian tersenyum,
keingintahuannya kini terpenuhi saat dirinya hilang digantikan sang Mentari.
Banjarmasin,
13 April 2015