Playlist 20

Senin, 30 Desember 2013

Senja, Lagu, Kopi dan Sebatang Rokok

Satu hal,,, yang tergambar dalam beberapa perwakilan.
Senja, Lagu, Kopi dan Sebatang Rokok.

Senja
Entah sejak kapan aku menyukainya, menikmati proses pulangnya sang mentari. Saat-saat yang kurasa sayang untuk dilewatkan, bahkan jika ada daya, sebisa mungkin ku abadikan. Bukankah indah menyaksikan malam yang perlahan membayang, serta mentari yang perlahan digantikan rembulan? Bukan hanya itu, kadang kau akan dibuat termangu, melamun tidak menentu, bahkan terkagum dengan pesonanya. Keindahannya sangatlah bisa menghipnotismu. Senja, hal yang selalu ku tunggu.

Lagu
Hampir setiap saat di kehidupanku berteman dengan lagu. Entah mengapa serasa ada yang hilang saat beraktivitas kalau tidak ada dendang lagu. Namun dari sekian banyak lagu, hanya ada beberapa yang mungkin membekas dan terus ada di pikiran. Lagu yang dulu selalu terdendang dari mulut kecilnya lagu yang dulu dijadikan kejutan, lagu yang dulu selalu dispesialkan, dan lagu yang dulu melambangkan aku dan kamu.

Kopi
Hei, bukankah ini tidak ada hubungannya dengan kita? Bukankah kau tak menyukainya? Jangan dulu terburu-buru menafsirkannya. Bagiku secangkir kopi menyajikan dua hal yang sangat bertolak belakang. Ya, Pahit dan manisnya rasa. Saat yang mengagumkan bagiku jika dua hal tersebut bisa menyajikan harmoni yang bahkan tidak bisa disajikan oleh salah salah satu bahan saja. Bukan hanya komposisi sederhana itu saja. Hal yang paling penting bagiku adalah Kopi juga melambangkan bukan hal yang mustahil untuk menggabungkan dua hal yang berbeda kedalam satu rasa.

Sebatang Rokok
Banyak kontroversi dibalik kecilnya sebatang rokok. Namun, jangan lagi melihat dari sudut pandang mereka. Tidak banyak orang yang bisa melihat sisi positif dari benda kecil ini. Tapi jangan salah, ada juga yang bisa melihatnya. Sesuatu itu terus tersembunyi sampai ada yang menyadarinya. Seperti itulah pula adanya.



Banjarmasin, 30 Desember 2013

Kamis, 26 Desember 2013

Seutas Tali.

Rasa-rasanya, dulu pernah ku berikan kau seutas tali. Memang hanya seutas tali, tapi penuh dengan filosofi. Masihkah kau ingat cerita dibalik seutas tali? atau kau sudah tidak mengingatnya lagi? atau, hanya jadi beban di memori? Hanya kau yang bisa menjawabya.

Jangan kau lihat dari harga. Sebab tak akan ada harga jualnya. Tetapi, jika kau mau menengok filosofinya, sangatlah tinggi nilainya. Jadi, kalau seutas tali itu sangat berharga, untuk apa aku memberikannya? masihkah kau ingat alasannya? atau kau sudah melupakannya? Tentu hanya kau yang bisa menjawabnya.

Seutas tali memanglah sangat sederhana untuk kuberikan padamu. Tapi, janganlah hanya kau lihat dari bentuknya. Masihkah kau ingat harus melihat seutas tali itu dari segi apa? atau kau sudah melupakannya? atau juga tak lagi penting saat ku dulu mengatakannya? Lagi-lagi hanya kau yang bisa menjawabnya.

Lagi-lagi, hanya seutas tali yang mengikat pergelangan. Tapi, apakah kini seutas tali itu masih ada dan melingkar di pergelangan tanganmu? atau kini hanya membuatmu sakit karena merasa seutas tali itu tidaklah berguna lagi? atau, sudah lama kau lepas dan kini hilang tak tahu rimbanya lagi? Semua itu, hanya kau yang bisa menjawabnya.

Seutas tali, dari semua jawabanmu akan pertayaan yang mungkin tidaklah penting untuk kau ajukan jawabannya, mungkin kau akan sangat merasakan janggalnya semua pertanyaanku. Atau juga ada dikebalikannya? janganlah kau jadikan beban tentang apa yang kutulis pada lembar elektronik ini, jangan pula kau jadikan satu kesalahan yang hanya kau bagi untuk dirimu sendiri. Aku hanya ingin kau tahu, pentingnya seutas tali. Tentu boleh saja jauh kau acuhkan bila tulisan ini sama sekali tidak ada arti.

:)

Banjarmasin, 26 Desember 2013

Rabu, 25 Desember 2013

layar tak terkembang.

kenyataan adalah jawaban dari pengharapan.
untuk apa berharap jika memang berbeda di kenyataan?
tapi kenapa manusia terus saja berharap?
ah, sampai-sampai aku juga demikian...

layar ini sudah sejak dulu terkembang.
namun pada gempuran pertama badai telah hancurkan.
di tiang itulah layarku menunggu suatu perjalanan.
perjalanan yang belum bisa kulakukan.

kapal ini ingin arungi ganasnya laut denganmu.
arungi samudera kita yang penuh gelombang pertikaian badai.
namun terlebih dulu kau berlayar dengannya.
mengarungi samudera yang jauh berbeda.

kapalku akanlah terus tertambat di pesisir ini.
jangkarku mungkin bertahan sampai nanti kapal ini tenggelam.
gelombang pasang isyaratkan senja mulai membayang.
malam merangkak perlahan, saat bayangmu tak sudi lagi tuk datang.

kapalku,,,
layar yang tak akan pernah terkembang...

Banjarmasin, 25 Desember 2013

Kamis, 19 Desember 2013

baris tanpa akhiran

tulisan ini adalah kerinduan.
setiap huruf yang terbaca,
setiap kata yang diucap,
kerinduan yang tak lagi bertuan.

entah apa yang telah bersemayam,
entah apa yang berkecamuk dalam fikiran,
hanya kata rindu yang bisa ku ucapkan,
bukan, ini tentang perasaan.

sudah dua hari kata-kata ini ku acuhkan,
kata-katanya menunggu untuk diselesaikan,
mungkin juga hanya punya satu tujuan,
mimpiku untukmu bukanlah untuk satu kenyataan.

tak sengaja awalnya,
apakah harus selalu tragedi akhirannya?
tak bisakah kita ubah dengan serpihan cinta?
atau hanya memang, kau sudah melupakannya?

barisan kata ini tak akan pernah berujung,
tak akan ada akhiran,
meski dibatasi dengan logika,
kiamat, tak akan ada dalam cinta.

Banjarmasin, 18-19 desember 2013

Minggu, 15 Desember 2013

Perjalanan Menuju Pagi

Hampir bertemu mentari...
Perkasanya sudah mulai tampak disini...
Geliat ayam laki kepakkan selimut sunyi...
Ceker ayam bini sedari tadi mengais rejeki...

Mataku masih saja menatap kesana...
Cahaya yang tak mau padam sedari senja...
Siapa mau menyangkal? Ini sudah pagi ternyata...
Mentari saja sudah mengintip dari singgasananya...

Akankah mata bercumbu dengan kantuknya???
Sebab sedari tadi terhalang cahaya...
Redup tapi pasti perlahan menghampiri...
Aku pun dibuat linglung sendiri...

Pagiku datang tanpa tersangkut mimpi...
Pagiku embun haus peluk mentari...
Pagiku sampaikan salam mentari...
Pagiku tanpa kau disisi...

Banjarmasin, 15 desember 2013

Bicara Sekedarnya.

Terlalu banyak orang yang takut bicara sekedarnya, atau bicara sesuai dengan apa yang ada. Alhasil, mereka bicara panjang lebar tanpa tahu konsekuensinya, atau bicara dengan tahu konsekuensinya tapi tetap pada  pendiriannya, koar-koar tanpa mau bicara sekedarnya. Tapi, sebenarnya apa yang dimaksud dengan bicara sekedarnya? apakah hal itu terlalu susah sehingga banyak orang tidak bisa melakukannya? sebegitu susahkah?

Hal yang dari tadi ku katakan dengan bicara sekedarnya adalah hal yang belum bisa kulakukan sampai pada abjad ini selesai ku ketik. Bicara sekedarnya, aku pun tak tahu apa itu, tapi rasanya ada sesuatu yang ingin tersampaikan dan menjadi sebuah makna. Ya, bicara sekedarnya. Tanpa memperpanjang kata, mementingkan kualitas daripada kuantitas, dan yang terpenting, apa adanya.

Banjarmasin, 15 desember 2013