Ketika kehilanganmu, kurasakan dera luka terkejam berupa penyesalan.
Pantaslah disebut curang, jikalau aku menyimpan dendam. Meski pada lelaki yang bisa membuatmu tertawa riang.
Sentum itu seharusnya ciptaku.
Senyum itu seharusnya untukku.
Senyum itu mestinya milikku.
Bahagia itu lebih sempurna jika denganku
Banjarmasin, 22 September 2014
Kali ini bukanlah ego diri sendiri.
Juga bukan melawan kehendak pemilik bumi.
Aku hanyalah sekedar menyatakan akan apa yang seharusnya kunyatakan.
Tentang impian yang dikhianati kenyataan.
Tulisan ini bukanlah perwakilan dari apa yang dirasakan.
Tulisan ini bukanlah perwakilan dari apa yang dirasakan.
Tapi sebuah harapan, serupa doa yang selalu dipanjatkan.
Tentang betapa tersiksanya aku tanpa cahayamu.
dilanjutkan di Batulicin, 7 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar